Rekamjabar.com (Kuningan) – Menanggapi maraknya kasus perundungan di Provinsi Jawa Barat Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat H. Yosa Octora Santoso, S.Si., M.M. mengingatkan kepada masyarakat terkait adanya Perda Provinsi Jawa Barat No. 3 Tahun 2021 tengang perlindungan anak.
Jawa Barat pernah menjadi povinsi dengan angka perundungan paling tinggi pada tahun 2021 menurut data dari KPAI. Hari ini mulai marak kembali kasus perundungan yang terjadi di Jawa Barat seperti contoh kasus yang baru saja terjadi di Kabupaten Kuningan dimana seorang anak mengalami perundungan berupa pemukulan oleh temannya sendiri.
Ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah baik eksekutif atau legislatif di tingkat Jawa Barat salah satunya adalah Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat H. Yosa Octora Santoso S.Si., M.M. Ia turut prihatin dengan mulai maraknya kembali kasus bullyng dan perundungan yang terjadi di wilayah Provinsi Jawa Barat.
“Saya turut prihatin dengan mulai maraknya lagi kasus bullyng atau perundungan terhadap anak, khususnya di wilayah Jawa Barat dan hal ini merupakan PR kita bersama baik di eksekutif atau legislatif.” Ungkap Yosa pada kesempatan wawancara di kediamannya pada Kamis (05/10/23).
Tidak hanya prihatin menanggapi maraknya kembali kasus perundungan ia mengingatkan juga kepada masyarakat bahwa khususnya Provinsi Jawa Barat sendiri memiliki Perda Provinsi No. 3 Tahun 2021 terkait perlindungan anak.
“Sebetulnya sudah banyak upaya, cara dan inovasi yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat untuk menangani kasus perundungan dan bullyng, salah satunya adalah Perda Provinsi Jawa Barat No. 3 Tahun 2021 tentang Perlindungan Anak. Disana tertera jelas berbagai peraturan tentang perlindungan anak dari mulai cakupan, pencegahan, penangan bahkan sampai regulasi.” Ujar Yosa.
Sebetulnya sesuai dengan yang termuat dalam UUD 1945 dan hasil Konvensi PBB hak setiap anak harus dijunjung tinggi namun pada faktanya masih banyak terjadi tindak kekerasan, perundungan dan bullyng terhadap anak yang dilakukan oleh berbagai oknum entah itu teman, saudara bahkan terkadang orang tua sendiri. Sudah seharusnya penyelenggaraan perlindungan anak menjadi hal yang krusial dilakukan agar anak dapat tumbuh di lingkungan yang sportif.
Senada dengan hal itu memang dalam Perda Provinsi No. 3 Tahun 2021 tentang perlindungan anak pada Bab 5 Pasal 23 ayat 2 terdapat 15 point terkait cakupan dari perlindungan anak itu sendiri diantaranya yaitu dalam situasi darurat; berhadapan dengan hukum; dari kelompok minoritas dan terisolasi; dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; korban pornografi; dengan HIV dan AIDS, korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; korban kekerasan fisik dan/atau psikis; korban kejahatan seksual; korban jaringan terorisme; penyandang disabilitas; korban perlakuan salah dan penelantaran; dengan perilaku sosial menyimpang; dan korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.
Terkait perumusan regulasinya sendiri diatur juga dalam Bab 5 Pasal 26 yang beberapa poinnya berbunyi Peningkatan kesadaran orang tua, anak, masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga penyelenggara layanan, dll mengenai hak dan perlindungan anak; pencegahan dan penanganan risiko kekerasan dan kejahatan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah anak; pendidikan dan konseling bagi orang tua, wali, dan orang tua asuh mengenai pengasuhan anak; pengasuhan alternatif bagi anak yang terpisah dari lingkungan keluarga; jaminan keberlangsungan pendidikan; layanan kesehatan dan bantuan hukum cuma-cuma; serta perlindungan anak dalam situasi darurat.
Untuk pencegahannya sendiri tertera dalam Bab 5 Pasal 28 yang berbunyi Peningkatan kesadaran orang tua, anak, keluarga,
masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga penyelenggara layanan, lembaga partisipasi anak dan kelompok profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, meliputi: Pemahaman dan kesadaran orang tua mengenai pengasuhan anak; pemahaman dan kesadaran mengenai kekerasan dan kejahatan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah, serta dampak buruk terhadap anak; pengetahuan, kesadaran, dan pemahaman mengenai penanganan anak berhadapan dengan hukum; pengembangan penghargaan terhadap pandangan anak dalam keluarga, lembaga pendidikan, lembaga sosial dan penyelenggara layanan anak lainnya; dan peningkatan kemampuan anak untuk mengenali risiko dan bahaya dari situasi atau perbuatan.
Untuk penanganannya sendiri tertera dalam Bab 5 Pasal 32 yang berbunyi Penangangan sebagaimana dimaksud meliputi Layanan rehabilitasi, mencakup rehabilitasi fisik, medis, psikologis, pendidikan, dan sosial; fasilitasi layanan bantuan hukum; fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar, mencakup pangan, sandang, permukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan; fasilitasi pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak penyandang disabilitas dan gangguan psiko sosial; fasilitasi pelayanan kesehatan; pemulangan dan reintegrasi sosial; serta pelindungan anak saksi.
Itu beberapa poin penting dari isi Perda Provinsi No. 3 Tahun 2021 tentang Perlindungan Anak. Poin pencegahan, regulasi, dan penanganan.
Baca Perda selengkapnya di: Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak
Yosa juga menghimbau agar Perda ini bisa diketahui oleh masyarakat dan diterapkan dengan baik oleh para pejabat terkait baik di legislatif atau eksekutif.
“Sudah jelas disana tertera banyak sekali regulasi terkait perlindungan anak, dari mulai penanganan, pencegahan dan lain sebagainya. Tinggal bagaimana masyarakat teredukasi dengan adanya Perda ini dan bagaimana optimalisasi yang pemerintah lakukan serta efektifitas dan penangan dan pencegahannya.” Ungkap Yosa.
Senada dengan itu memang pencegahan ini harus dilakukan secara kolaboratif antara masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Sesuai dengan bunyi di Bab 6 Pasal 42 Perda Provinsi Jawa Barat No. 3 Tahun 2021 “Setiap Orang wajib melaporkan dugaan adanya tindak pidana pelecehan dan Kekerasan Anak di lingkungannya” dan Bab 5 Pasal 30 yang berbunyi “Setiap Orang wajib melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses Anak terhadap bahan/informasi yang mengandung unsur pornografi”. Karena para pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa dijerat dengan kurungan paling lama tiga bulan dan denda minimal Rp. 50.000.000 sesuai Bab 7 Pasal 43 Perda Provinsi Jawa Barat No. 3 Tahun 2021 tentang perlindungan anak.
“Saya harap dengan masyarakat mengetahui terkait perda ini bisa menjadi salah satu upaya untuk menyadarkan masyarakat terkait perlindungan kekerasan terhadap anak.” Ungkap Yosa.