rekamjabar

Relevansi Teori Dialektika Hegel Pada Perlawanan Sukamanah

Para santri Sukamanah di depan Masjid Baitul Mujahidin. Foto: Buku Ajengan Sukamanah karya Iip D. Yahya.

Bagikan:

Rekamjabar.com – Filsafat merupakan salah satu disiplin ilmu yang paling fundamental di dunia ini dan juga termasuk disiplin ilmu tertua yang ada. Filsafat memiliki sifat sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat ekstensial, yang berarti bahwa ilmu filsafat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan filsafat yang mengandalkan cara berpikir sebagai landasannya menghasilkan beragam pemikiran yang dikembangkan oleh para ahli filsafat. Salah satu aliran pemikiran filsafat yang terkenal adalah filsafat dialektika, yang diperkenalkan oleh Georg Wilhelm Frederick Hegel. Hegel merupakan seorang filsuf asal Stuttgart, Jerman yang lahir pada 27 Agustus 1770. Pemikiran Hegel sangat berpengaruh pada abad ke-18 hingga ke-19. Salah satu aspek terkenal dari pemikiran Hegel terkait dengan filsafat sejarah adalah idealisme. Menurut Hegel, sejarah muncul dari ide-ide, dan hampir semua peristiwa atau struktur yang muncul di dunia ini berasal dari suatu ide. Dalam pandangan Hegel, sejarah didorong oleh ide (manusia) yang terlibat dalam proses dialektika dengan cara yang realistis.

Menurut Ajid Thohir dalam bukunya yang berjudul filsafat sejarah: profetik, spekulatif, dan kritis, dikatakan istilah dialektika merujuk pada salah satu konsep dalam ranah filsafat sejarah, dimana teori ini menggali aspek pertentangan antara penyebab dan akibat dari suatu fenomena atau peristiwa. Dalam menganalisis suatu peristiwa secara dialektis, diperlukan pemahaman yang mendalam dan kemerdekaan berpikir. Teori ini berusaha untuk memahami bahwa setiap fenomena atau peristiwa memiliki hubungan sebab-akibat yang menyebabkannya terjadi atau bisa juga disebut dengan kausalitas.

Dalam kerangka sejarah, konsep kausalitas memainkan peran penting dalam upaya sejarawan untuk menganalisis serta menjelaskan alasan dan cara terjadinya peristiwa sejarah. Pentingnya konsep kausalitas dalam bidang sejarah adalah memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah sebagai suatu proses yang terus-menerus, di mana peristiwa-peristiwa tidak hanya terjadi begitu saja, melainkan memiliki akar penyebab dan dampak yang saling terhubung. Dengan memahami prinsip kausalitas ini, para sejarawan dapat menggali lebih mendalam dalam analisis sejarah dan memahami bagaimana peristiwa masa lalu telah membentuk realitas dunia kita saat ini.

Pandangan dialektika yang dikembangkan oleh Hegel melandaskan teorinya dengan merujuk pada proses dialektika yang dibangun melalui pertentangan dua hal. Prinsip dialektika yang dikemukakannya menyatakan bahwa sumber perubahan ini terletak pada ide. Selanjutnya, perkembangan ide-ide memengaruhi perubahan dan perkembangan sejarah. Sistem dialektika yang dianut oleh Hegel dapat dicirikan dengan adanya tiga proses di dalamnya, yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. Contoh kasus dalam penerapan dialektika ini adalah sebagai berikut:

  1. Tesis: Kepemimpinan raja yang kejam dan semena-mena (Pemerintahan Jepang di Indonesia, studi kasus Tasikmalaya)
  2. Antitesis: Rakyat yang merasa tertindas (Rakyat mulai merasa tertindas dan merencanakan sebuah gerakan perlawanan)
  3. Sintesis: Gerakan revolusi untuk menyelesaikan masalah (Perlawanan Sukamanah 1944)

Pada awal kedatangan Jepang masyarakat Indonesia menyambut hangat kedatangan Jepang, mereka berpikiran bahwa kedatangan Jepang tidak akan seperti Belanda. Hal ini disebabkan oleh beberapa propaganda yang dilakukan oleh Jepang. Berselang beberapa waktu Jepang mulai membuat suatu kebijakan yakni pemaksaan untuk melakukan seikerei atau yang lebih kita kenal dengan membungkukkan badan ke arah timur dengan tujuan menghormati istana kaisar Jepang di Tokyo. Kebijakan ini tentunya mendapatkan respon tidak setuju oleh banyak kalangan pemuka agama Islam Salah satunya adalah KH Zaenal Musthafa, ia menyatakan bahwa saikeirei menyinggung soal akidah agama karena pelaksanaanya sama seperti ruku’ dalam gerakan shalat.

Kebijakan Jepang yang ingin diterapkan ini tentunya menuai kecaman dan perlawanan dari para santri yang memilliki kepentingan untuk mempertahankan akidah agama dan menginginkan kehidupan yang damai tanpa adanya tekanan dari para penjajah. Bentuk perlawanan yang dilakukan salah satunya adalah perlawanan Sukamanah yang terjadi pada tahun 1944 yang melibatkan pasukan para santri yang dipimpin oleh KH Zaenal Musthafa melawan pasukan Jepang. Akhir dari perlawanan ini adalah kekalahan yang diderita oleh pasukan santri yang dipimpin KH Zainal Musthafa setelah mengalami pengepungan dari berbagai arah oleh tentara Jepang. KH Zainal Musthafa dan para santri pun ditangkap dan dimasukan ke penjara, sementara nasib dari sang Kiai banyak yang mengatakan bahwa beliau dieksekusi mati oleh Jepang.

Dalam peristiwa Perlawanan Sukamanah dapat kita analisis mengenai relevansinya dengan pemikiran filsafat dialektika milik Hegel. Filsafat Hegel bekerja atas prinsip dialektika ini menujukkan bahwa adanya pertentangan yang terjadi pada sebuah penuangan ide dalam kehidupan. Pertentangan ini terjadi ketika dua buah ide dan tujuan ini saling bertolak belakang, hal ini disebut dengan tesis dan antitesis. Kemudian pertentangan ini harus diselesaikan dengan sebuah proses yang melibatkan kedua aspek rasio yang bertentangan agar menghasilkan apa yang disebut sebagai sintesis dari sebuah peristiwa.

Dalam perlawanan Sukamanah terjadi sebuah kebijakan yang diterapkan Jepang dengan membawa kepentingannya untuk menyuruh rakyat Indonesia membungkukkan badan ke arah timur dengan tujuan menghormati istana kaisar Jepang di Tokyo, hal ini dinamakan sebagai tesis dalam pehaman filsafat Hegel yakni ide serta tujuan permulaan dari terjadinya sebuah perubahan dalam Sejarah. Kemudian dalam penerapan kebijakan tersebut pasti menimbulkan respon dari santri dan para kiai dalam hal ini studi kasus di Tasikmalaya, mereka merasa ide, tujuan, dan urusannya dicampuri terlalu dalam oleh pihak Jepang, poin ini dapat kita analisis sebagai antitesis dalam filsafat Hegel yaitu ide yang lahir akibat respon yang bersifat menentang dari penerapan ide yang ada sebelumnya yaitu kebijakan kepentingan Jepang. Setelah terciptanya dua aspek ini akan timbul permasalahan yang saling bertentangan dan harus ditemukan penyelesaiannya, dalam kasus ini penyelesaiannya adalah berkobarnya Perlawanan Sukamanah untuk menentang kebijakan Jepang.

Kemudian pada perlawanan Sukamanah ini juga terdapat persaingan strategi dan taktik antara kedua pihak. Persaingan startegi ini juga dapat kita kaitkan dengan pemikiran filsafat Hegel yaitu perihal respon dari kedua pihak atas penerapan startegi dari lawan ini. Pihak KH Zainal Musthafa berhasil menyita 3 pistol, 12 senapan, dan 25 senjata tajam dari rombongan polisi yang datang ke rumah sang Kiai, mereka ditahan di rumah KH Zainal Musthafa satu malam kecuali Polisi utusan Jepang hal ini bisa kita jadikan sebagai tesis.

Karena utusan polisi yang dikirimkan tak membuahkan hasil, pada hari Jumat, 18 Februari 1944 kenpeitai Tasikamalaya (polisi militer Jepang yang ada di Tasikmalaya) mengirimkan utusan untuk mengambil senjata yang disita dan membawa KH Zainal Musthafa. Para santri dibuat geram karena hal ini, dan keadaan pun semakin tidak terkendali utusan kenpeitai telah merencanakan untuk menggunakan jalur kekerasan. Aksi perlawanan pun tidak dapat dihindarkan, karena tidak ada cara lain selain dari komando KH Zainal Musthafa dengan sekejap keributan berlangsung. Tiga orang utusan kenpeitai tewas dan terdapat seseorang yang dapat melarikan diri, menyadari akan hal itu ada seorang santri yang berusaha mengejar namun ia tewas karena ditembak senjata oleh serdadu kenpeitai itu. Atas kejadian kematian para utusan itu, kenpeitai tidak terima dan akan menghukum siapa saja yang melakukan hal tersebut. Akibatnya daerah Sukamanah dikepung oleh pasukan khusus Jepang berkekuatan kompi, pasukan Jepang menerapkan taktik yang cukup cerdik. Mereka menempatkan Polisi berkebangsaan Indonesia di barisan depan, hal ini membuat para santri menjadi ragu-ragu karena sesuai perintah KH Zainal Musthafa yang selalu mengajarkan untuk tidak berperang dengan bangsa sendiri, hal ini dapat kita sebut dengan antitesis yaitu sebagai pertentangan taktik dari perlawanan Sukamanah.

Panser yang digunakan saat menyerbu Sukamanah. Foto: Buku Ajengan Sukamanah karya Iip D. Yahya.

Untuk hal sintesis dari dua hal yang bertentangan perihal startegi ini adalah percobaan perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak sebagai penyelesaian konflik yang bertentangan, namun dari perundingan-perundingan yang dilakukan inilah yang mengantarkan pada fase akhir dari Perlawanan Sukamanah. Akhir dari perang ini mengakibatkan kekalahan bagi para pejuang Sukamanah, walaupun kekalahan ini sedikit diwarnai kelicikan dari Jepang yang membuat keraguan para santri dengan menempatkan Polisi pribumi dibarisan depan untuk dapat menangkap dan memenjarakan pasukan Sukamanah khususnya KH Zainal Mustahafa.

Dengan demikian peristiwa Perlawanan Sukamanah memiliki relevansi dengan pemikiran filsafat dialektika Hegel. Tesis dalam peristiwa Perlawan Sukamanah ini adalah saat terjadi sebuah kebijakan yang diterapkan Jepang dengan membawa kepentingannya (seikerei atau yang lebih kita kenal dengan membungkukkan badan ke arah timur dengan tujuan menghormati istana kaisar Jepang di Tokyo). Sementara antitesisnya adalah respon dari santri dan para kiai yang lahir akibat respon yang bersifat menentang dari penerapan ide yang ada sebelumnya yaitu kebijakan kepentingan Jepang. Adapun sintesis dari peristiwa ini adalah adanya percobaan perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak sebagai penyelesaian konflik yang bertentangan ini, namun dari perundingan-perundingan yang dilakukan inilah yang mengantarkan pada fase akhir dari Perlawanan Sukamanah. Filsafat dialektika Hegel dapat dikatikan dengan berbagai peristiwa di dunia dan menjadi pembelajaran di masa depan.

Penulis: Nanda Nurjaman (Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Bandung)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top