rekamjabar

Mengenal Soewarsih Djojopoespito, Sastrawan Perempuan dari Tanah Sunda

Soewarsih Djojopoespito (Sastrawan Perempuan Tanah Sunda). Foto: Koransulindo.com.

Bagikan:

Rekamjabar.com – Soewarsih adalah seorang sastrawan/penulis yang lahir pada 20 April 1912 di Cibatok, Bogor. Soewarsih menikah dengan Soegondo Djojopoespito yang merupakan aktivis politik dan penulis dengan karyanya yang cukup terkenal yaitu novel “Manusia Bebas”.

Soewarsih dan Karyanya “Manusia Bebas”

Penulisan sejarah Indonesia cenderung mengangkat tokoh laki-laki daripada tokoh perempuan. Minimnya penulisan tokoh perempuan dalam sejarah merupakan ketidakmampuan tradisi Indonesia sentris dalam menghadirkan peristiwa di masa lalu secara optimal.

Adapun ketika tokoh perempuan ditampilkan dalam sejarah umumnya mereka berasal dari kalangan bangsawan. Jika biasanya pada umumnya masyarakat awam hanya mengenal Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika dan lain sebagainya, ada salah satu tokoh perempuan yang hampir alpa dalam sejarah ialah Soewarsih Djojopoespito seorang novelis nasionalis yang memiliki kontribusi di bidang penulisan sastra dalam 3 bahasa yaitu Sunda, Indonesia dan Belanda.

Baca: Soewarsih: Perjalanan Wanita Yang Nyaris Alpa

Jika biasanya perempuan Indonesia memperjuangkan hak nya langsung melalui konfrontasi langsung kepada penjajah atau bahkan terlibat langsung dalam peperangan, Soewarsih berjuang melalui gagasannya yang dituangkan melalui tulisan-tulisannya, selain mengedukasi masyarakat tulisan Soewarsih mengandung unsur politik sehingga dapat membangkitkan semangat nasionalisme terutama dalam novel autobiografi yang terbit pada tahun 1940 jika dalam bahasa Belanda berjudul Buiten het Gareel, dalam berbahasa Indonesia berjudul “Manusia Bebas.”

Dalam buku Manusia Bebas mengisahkan sepasang suami istri yang memperjuangkan hak-hak mereka lewat caranya masing-masing. Tokoh Sulastri digambarkan sebagai sosok istri yang ideal yang merupakan seorang guru di sekolah yang didirikan oleh nasionalis pribumi, sedangkan suaminya Sudarmo yang merupakan aktivis politik yang hidup nomaden bersama istrinya dari tempat yang satu ke tempat yang lain karena pekerjaannya.

Karya Soewarsih Sempat ditolak dan Diberedel Pemerintah Hindia Belanda

Kisah yang ditulis dalam buku Manusia Bebas merupakan kisah Soewarsih dan Soegondo suaminya, novel ini sempat ditolak penerbit Balai Pustaka yang pada masa itu merupakan penerbit yang dibawahi pemerintah Hindia Belanda karena novel ini penuh dengan unsur politik yang dapat menumbuhkan sikap nasionalisme bagi yang membacanya karena melukiskan perjuangan kaum pergerakan nasionalis.

Novel ini lalu diterbitkan di Belanda dengan judul Buiten het Gareel. Soewarsih merupakan perempuan dari tanah Sunda yang tergolong dalam kaum “proletariat intelektual”. Ia tidak tertarik dengan pekerjaan yang bergaji fantastis akan tetapi lebih memilih pekerjaan yang lebih luas manfaatnya seperti mendidik rakyat yang kurang dari segi pendidikan.

Baca Juga: Relevansi Teori Dialektika Hegel Pada Perlawanan Sukamanah

Setamat dari pendidikannya ia mulai giat dengan berbagai gerakan wanita juga menuangkan pikirannya dalam bentuk karangan. Keresahan Soewarsih pada nasib wanita yang kawin pada usia lima belas tahun, mempunyai tiga anak atau lebih lalu di usianya yang ke tiga puluh tahun ditinggalkan suaminya tanpa uang untuk mengurus anak-anaknya juga ia tuangkan keresahannya itu dalam bentuk karangan.

Kesadaran nasionalisme mulai muncul pada abad ke-20, kesadaran ini muncul karena sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan program politik etis nya itu. Melalui pendidikan ini muncul berbagai kelompok intelektual yang menjadi penggerak nasionalisme di Indonesia pada masa itu.

Upaya Soewarsih Melalui Novel Manusia Bebas

Novel Manusia Bebas ini menjadi salah satu upaya Soewarsih dalam menyadarkan semangat bangsa Indonesia untuk segera merdeka dari penjajah. Novel ini menjadi salah satu karya Soewarsih yang berhasil menembus zamannya bahkan novelnya masih relevan hingga saat ini. novel ini menceritakan peristiwa yang terjadi di tahun 1933 dimana rakyat Indonesia mulai melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Soewarsih biasa menulis dalam tiga bahasa yakni bahasa Sunda, Indonesia dan Belanda, selain itu banyak karya yang dihasilkan dalam bidang sastra terutama novel seperti Buiten het Gareel (Manusia Bebas), Tudjuh Tjeritera pendek, Empat Serangkai, Riwayat hidup nabi Muhammad SAW, Marjanah, Siluman Karangkobar, Hati Wanita, Maryati dan masih banyak lagi tulisan artikel yang pernah ditulis. Soewarsih wafat pada 24 Agustus 1997.

Penulis: Irma Nuraeni, S.Hum. (Guru Sejarah MA La-Tahzan Rancaekek Bandung

Editor: Niko Prayoga

1 thought on “Mengenal Soewarsih Djojopoespito, Sastrawan Perempuan dari Tanah Sunda”

  1. Whaat i don’t understood iis inn truth how you are now nott acdtually a llot more neatly-appreciated tha yyou migut
    be rkght now. You’re vesry intelligent. Yoou already know thus considerably
    woth regards tto this subject, made mme ffor mmy paart consoder it from numerous varied angles.

    Itss ike omen and men don’t sem to bbe involved edcept it
    is onee thing too accomplishh ith Girrl gaga!
    Your individhal stufdfs excellent. All tthe time handlee iit up!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top