rekamjabar

Wisma Karya : Warisan Ikonik sebagai Serat Sejarah Kabupaten Subang

Bangunan Wisma Karya tampak depan. Foto: Istimewa

Bagikan:

Rekamjabar.com (Subang) – Gedung yang dahulu menyaksikan kehidupan gemerlap para pejabat P&T Lands pada tahun 1929, kini menjelma menjadi museum yang memikat hati.  Gedung yang dulunya tempat bersosialisasi dan hiburan kini mengubah wajahnya menjadi tempat penyimpanan peninggalan yang bernilai. Seperti lantunan melodi yang memikat, museum ini mengajak kita berdansa dalam gemuruh sejarah yang mempesona. Kabupaten Subang kembali menarik perhatian dengan pesonanya yang tak tergoyahkan, mengundang kita untuk menjelajahi warisan yang tersembunyi dalam gerbang pintu ini.

Bangunan Wisma Karya berdiri megah di tengah jantung kota, memancarkan pesonanya yang tak terelakkan. Bagi masyarakat Kabupaten Subang, Wisma Karya adalah peninggalan penjajah yang tak dapat diabaikan, menyala terang saat mereka melangkah di pusat kota. Dalam senyap yang memenuhi ruangan, seorang penjaga museum tegak dengan sabar, menunggu kedatangan pengunjung yang mungkin tak kunjung tiba.

“Mungkin banyak kekurangan bahkan tipisnya informasi akan literasi masyarakat, sehingga mereka tidak mengetahui bangunan tua yang beralih menjadi museum, kini sepi pengunjung, padahal untuk melangkah ke dalam gedung ini tidak dipungut biaya” Ujar Wiwi. Wiwi seorang fresh graduate yang penuh semangat menjalankan tugasnya di dalam museum itu.

Walaupun menghadapi kesendirian dan keterbatasan pengunjung, Ia melangkah maju dengan tekad yang kuat, menunggu saat di mana pintu gerbang gedung akan terbuka lebar untuk menyambut para pengunjung yang datang dengan khazanah sejarah yang tersimpan di dalam museum.

Dalam setiap jam kerja, petugas kebersihan dan staf museum dengan gigih melaksanakan tugas mereka penuh giat dan dedikasi. Ketika matahari menyinari ruang pameran dan lorong-lorong yang sunyi, mereka menyadari betapa sunyi dan sepi gedung itu terasa. Setiap langkah yang mereka ambil menggema di antara dinding yang kosong dan peninggalan sejarah yang terpajang.

Dalam sepi yang menyelimuti, mereka menjadikan setiap langkah mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan budaya dan sejarah yang ada di dalam gedung ini. Mereka berbicara dengan diamnya artefak yang dipamerkan, menyelami cerita yang terpahat dalam setiap benda bersejarah yang mereka rawat.

Di tepian gerbang, plang museum yang pernah berdiri tegak kini menghilang, terabaikan seperti ranting tergiring angin. Sepi terasa, tanpa pesan atau kabar yang terpublikasikan oleh sang penjaga, tentang perubahan yang merayap perlahan di dalam relung sejarah Wisma Karya. Dalam ketidaktahuan yang tersembunyi, masyarakat mengelana tanpa sadar akan transformasi yang terjadi pada bangunan bersejarah itu.

Di dalam keramaian, Wiwi dan rekan-rekannya merasakan sentuhan kehangatan ketika anak-anak sekolah bergerombol memasuki ruangan museum. Mata mereka berbinar-binar saat menatap peninggalan-peninggalan bersejarah yang tersaji di sana. Setiap momen berharga mereka abadikan, terutama saat mereka berdiri di depan patung Hofland yang gagah, melambangkan keperkasaan dan keabadian.

Seketika, kehangatan melingkupi ruangan yang tadinya sunyi. Anak-anak sekolah dan petugas museum saling bertukar cerita dan pengetahuan, menciptakan ikatan yang tak terlupakan di antara mereka. Wiwi dan rekan-rekannya merasa terhormat dapat menjadi bagian dari momen berharga ini, menjadi penerang dalam kegelapan pengetahuan, dan menanamkan benih rasa cinta akan warisan budaya kepada mereka.

Di tengah perubahan zaman, keberlanjutan sejarah menjadi keharusan agar kita dapat melihat ke masa depan. “Kami harap, masyarakat kabupaten subang memiliki kesadaran dan rasa ingin tahu akan sejarah tanah kelahiran mereka!” ujar Wiwi sambil memperlihatkan jejak langkah bupati-bupati Kabupaten Subang yang telah mendahului.

Penulis : Elisa Nur Azizah

Editor : M. Al Hafidz

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top