rekamjabar

Keterkaitan Kesejahteraan Guru Honorer dengan Kualitas Pendidikan di Indonesia pada Era Society 5.0

Ilustrasi

Bagikan:

Rekamjabar.com (Jakarta) – Perkembangan Era Society 5.0 (konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi) telah merubah persepsi global khususnya mengenai lingkup pendidikan. Pada dasarnya konsep Era Society 5.0 lahir untuk penyempurnaan dari konsep sebelumnya, khususnya fokus terhadap sumber daya manusia (Widana et al., 2022). Bisa dikatakan bahwa pada era ini sumber daya manusia dituntut untuk mempunyai kualitas demi menjadi seorang inovator dalam kehidupannya.

Mengutip dari salah satu misi Kemdikbudristek yaitu “Mewujudkan pendidikan yang relevan dan berkualitas tinggi, merata dan berkelanjutan, didukung oleh infrastuktur dan teknologi”, sudah seharusnya semua kalangan pendidikan mendapatkan kebebasan dan kemudahan dengan perkembangan teknologi saat ini. Kebebasan dan kemudahan yang tercipta oleh kemajuan teknologi, pasti akan berdampak pada perubahan perilaku siswa.

Namun ditengah semua inovasi dunia pendidikan saat ini, masih terdapat kasus tenaga pendidik yang belum mendapatkan haknya dalam pemenuhan kesejahteraan. Padahal seorang tenaga pendidik menjadi komponen utama dalam peningkatan kualitas generasi muda untuk berperan dalam pembangunan negara di masa yang akan datang (Nugraha et al., 2022). Terlihat kesenjangan antara guru PNS dengan guru honorer, dimana kesejahteraan terutama dalam finansial yang didapat guru PNS dan guru honorer sangat berbeda jauh. Realitanya pengangkatan guru honorer oleh sekolah dimaksud demi pemenuhan proses pembelajaran yang dilaksanakan.

 

Era Society 5.0

21 Januari 2019 awal mula konsep era ini diterbitkan di Jepang yang memuat gagasan tatanan untuk masyarakat dengan terpusat pada manusia (human centered) dan memiliki kemampuan berbasis teknologi (technology based). Menurut Putra (2019), pemerintah Jepang mengadopsi konsep ini berdasarkan atas antisipasi terjadinya disrupsi revolusi industri 4.0, dikarenakan banyaknya inovasi yang lahir menimbulkan ambiguitas serta ketidakpastian yang kompleks. Selain itu, penggasan era society 5.0 oleh pemerintah Jepang ini menjadi bagian dari rencana sains dan technology kelima yang memiliki masa depan untuk perealisasian cita-cita.

Inovasi teknologi yang kian maju mempengaruhi serta merubah kehidupan sosial seseorang, dalam dunia maya dan dunia nyata tidak ada lagi batas. Dampaknya gaya hidup serta perilaku masyarakat terjadi transformasi signifikan. Oleh sebab itu, perlu ditonjolkan konsep yang membangun sisi kemanusian dalam setiap inovasi yang lahir pada bentuk teknologi.

Hal yang perlu di garis bawahi sekarang ialah era society 5.0 apakah akan berpengaruh positif terhadap pendidikan di Indonesia atau malah menambah masalah yang sampai saat ini menjadi perhatian penuh oleh pemerintah. Dikutip berdasarkan data Worldtop20.org yang telah dirilis, peringkat pendidikan Indonesia di tahun 2023 berada diurutan 67 dari 203 negara di dunia, masih sama dengan tahun 2022 urutan 67.

 

Kesejahteraan Guru Honorer

Keberhasilan pendidikan dinilai dari kesiapan guru melakukan peran sebagai pendidik dengan mengamalkan semua pengalaman belajar siswa di tempat pendidikan (Dadang, 2020). Namun dengan de facto dan de jure saat ini permasalahan dunia pendidikan di Indonesia salah satunya kesejahteraan guru honorer. Fakta dilapangan mengatakan bahwa guru honorer bukan hanya dituntut mengajar para siswa, namun juga beberapa hal seperti asesmen, administrasi, dan tugas lain diluar mengajar. Dan sayangnya, beban yang diterima tida sesuai dengan gaji yang diterima.

Melansir dari Tribunnews.com, di Jakarta ada salah satu guru honorer yang menerima gaji hanya Rp 500/bulannya. Fakta ini seolah menjadi pembenaran bahwa kondisi saat ini Indonesia mensalah artikan ungkapan  “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Pemerintah telah melakukan upaya dalam menanggulangi kondisi tersebut dengan program Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), namun program ini menjadi babak baru timbulnya permasalahan mengenai persaingan guru honorer tua dengan guru honorer muda.

Seorang guru menanggung beban yang sangat berat yang diberikan oleh negara, mengapa? guru dituntut penuh mengenai cita-cita untuk mencerdaskan anak bangsa. Namun, rata-rata jika anak-anak sekolah ditanya mengenai mau jadi apa kelak, mereka enggan menjadi seorang guru. Memang dinegeri ini branding seorang guru masih sangat buruk untuk dijadikan sebagai profesi demi kebutuhan ekonomi.

Katanya “memerdekakan manusia” menjadi sebuah tujuan pendidikan di Indonesia, namun nyatanya yang paling tidak merdeka saat ini ialah para guru honorer. Kita seolah lupa tujuan pendidikan yang dicanangkan kala itu oleh Bapak Pendidikan. Bisa bandingkan dengan kesejahteraan guru di Jepang misalnya, dikutip dari buku Education at a Glance-nya OECD (Japan) guru di Jepang bukan hanya mendapat gaji tinggi saja, tapi akan mendapat extra salary (adjusment allowance) sebesar 4% gaji bulanan dan juga mendapat bonus 2 kali dalam setahun sebesar 4,65% gaji bulanan.

 

Bagaimana Kualitas Pendidikan di Indonesia?

Menurut tes Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2018, Indonesia menduduki peringkat ke-74 dari 79 negara yang berpartisipasi di seluruh dunia. Diperkuat juga bahwa Indonesia tidak pernah mencapai skor rata-rata negara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), artinya jauh dibawah negara ASEAN lainnya. Faktor dari rendahnya tingkat pendidikan Indonesia salah satunya disebebkan oleh kurangnya akses terhadap pendidikan berkualitas.

Pertanyaan saat ini, apa keterkaitan kesejahteraan guru dengan kualitas pendidikan? Tentunya sangat terkait bagai jantung dan darah, pasalnya peran guru menjadi fondasi peradaban bangsa. Kinerja guru sebagai ujung tombak terselenggaranya pendidikan yang baik, tentu harus adanya kesejahteraan yang layak. Kesejahteraannya layak maka kinerja guru pun akan meningkat, kinerja guru meningkat maka menjadi dasar akan kualitas pendidikan yang disajikan.

Sebenarnya bukan hanya terkait gaji guru yang jauh dari sejahtera, namun fasilitas pendidikan menjadi bahan evaluasi bagi kita semua demi menunjang kualitas pendidikan. Berbagai fasilitas pendidikan sering terjadi tidak merata pendistribusiannya dibeberapa daerah, sarana dan prasarana kurang memadai, hingga metode belajar yang masih mengedepankan sifat konvensional. Peran bersama dan khususnya pemerintah sangat diharapkan dalam komitmen serius mengatasi permasalahan ini, tak lain upaya untuk peningkatan kualitas pendidikan Indonesia yang lebih maju lagi.

Penulis: Muhamad Syihabuddin Akmal (Penulis Lepas)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top